Bab 2 | Kisah Kesatria dan Cinta | A Tale of Chivalry and Love

aldisurjana_aldi_surjana_novel_dinasti_ming_kisah_kesatria_dan_cinta_a_tale_of_chivalry_and_love_sinopsis_plotPada hari kedua Zhongyu sudah hampir mendekati ibu kota, tetapi karena udara panas yang menyengat, maka tempat perhentian yang sudah direncanakan pun terlewatkan, dan ketika hari mulai senja ia tidak menemukan rumah penginapan. Jadi ia membelokkan kudanya ke jalan pos tidak jauh dari desa terdekat, untuk mencari penginapan.

Desa itu sangat besar, tetapi rumah-rumahnya berdiri kearah timur dan barat, menyebar dengan jarak yang cukup jauh. Agar tidak kehilangan waktu dalam pencarian, ia langsung memajukan kudanya ke rumah terdekat, lalu dengan suara keras ia memanggil penghuni rumah. Atas panggilan Zhongyu seorang nenek tua keluar. Ketika nenek itu melihat pakaian si pemuda, ia tahu sedang berhadapan dengan seorang akademisi. Si nenek langsung berkata:

„Tuan pasti datang dari ibu kota utara untuk menjenguk tuan muda Weh, dan ingin bertanya kepadaku dimana tempat tinggalnya?“

„Aku tidak kenal tuan Weh“, sahut Zhongyu, „dan aku dalam perjalanan menuju ibu kota. Karena terburu-buru aku meliwati tempat perhentian dan sekarang aku disini untuk mencari tumpangan menginap untuk malam ini.“

„Oh, kalian bisa menginap disini. Tetapi kami orang miskin, dan bila kami tidak dapat menyediakan perlengkapan tidur yang bagus, kalian jangan menyalahkan kami.“

„Ah, untuk satu malam tidak masalah. Untuk itu aku akan memberikan imbalan berlmpah.“

dengan itu si pemuda memberikan tanda kepada Siao Tan agar memasukan barang bawaan ke dalam rumah. Si nenek membawa si pemuda ke dalam gudang yang letaknya ditengah kebun sayuran, dan memberi makan kuda.

Kemudian si nenek mengajak tamu mudanya untuk masuk ke dalam gubuk beratap jerami, yang letaknya di sebelah gudang. Mempersilakannya duduk dan menyajikan satu teko teh panas. Kemudian si pemuda berkata:

„Tadi kau menduga, bahwa aku datang di ibu kota utara untuk mencari tuan Weh. Siapakah tuan Weh dan ada apakah dengan dia?“

„Tuan, kau mungkin tidak tahu, bahwa desa kita ini dulunya tidak seperti sekarang bernama Weh tsun. Tetapi sejak kejadian dulu, salah seorang marga Weh berhasil menjadi menteri, desa ini berkembang pesat, sejak itu desa ini dinamakan Weh tsun.

Tentu saja, kemakmuran dan keruntuhan ada waktunya. Setelah beberapa dekade berjaya, keluarga Weh kemudian mulai pudar, dan harta benda mereka pun lenyap, begitu pula jumlah klan yang kian menyusut, beberapa di antaranya sangat miskin sehingga mereka harus bekerja sebagai kuli pupuk.

Keluarga tersebut telah lama tidak menghasilkan akademisi lagi, tetapi baru-baru ini, seorang pemuda Weh berhasil lulus ujian kenegaraan pertamanya di usia tujuh belas tahun. di ibu kota ia memiliki seorang sahabat yang lebih tua, seorang sarjana tingkat ketiga, yang begitu antusias dengan bakat si pemuda dan telah menjodohkan si pemuda dengan putrinya.

Tapi karena keduanya sangat miskin, maka empat tahun telah berlalu tanpa ada pernikahan. dan baru-baru ini, seorang pria kaya telah kepincut oleh kecantikan tunangannya  dan berniat untuk menjadikannya istri muda.

Orang tuanya tidak menginginkan hal itu, dan oleh karenanya pria itu menggunakan kekerasan dan mengambil gadis muda itu dari rumah orang tuanya. Atas berita itu, pemuda Weh bergegas ke ibu kota untuk menyelidiki keberadaan calon istrinya.

Tetapi, setelah seharian melakukan pencarian, ternyata bukan hanya tunangannya, tapi juga kedua orang tua tunangannya hilang tanpa jejak. Jadi ia tidak dapat mengajukan dakwaan ke pengadilan, karena tidak ada saksi. Selain itu, lawannya adalah orang kuat; bisakah dia berharap menemukan keadilan di sana?

dengan putus asa ia kembali ke rumah ibunya. dan setelah menyampaikan keluhannya kepada ibunya, ia langsung pergi ke sungai untuk menenggelamkan diri. Ibunya segera memanggil para tetangga agar menolong anaknya. Juga suamiku ikut serta. Aku tidak tahu, apakah mereka berhasil menyusulnya. Ketika tadi kau datang, aku mengira kau temannya pemuda Weh, yang datang untuk ikut berpartisipasi atas kemalangannya.“

Tiba-tiba dari luar terdengar suara bising memotong pembicaraan mereka. Si nenek dan tamunya cepat keluar dari pintu depan dan melihat seorang pemuda mengenakan pakaian akademisi, dengan tangan menutupi wajahnya sambil menangis tersedu-sedu ditengah rombongan. Si nenek menemukan suaminya dan memanggil: „Pulang kerumah, kita ada tamu.“

Bersambung

Diterjemahkan Oleh: Aldi Surjana
Novel dinasti Ming „Kisah Kesatria dan Cinta“, atau A Tale of Chivalry and Love

Mohon jangan mencetak atau memperbanyak terjemahan ini dalam bentuk apapun tanpa izin

 

Hinterlasse einen Kommentar